Proses pengomposan merupakan proses dekomposisi
terkendali secara biologis terhadap limbah padat organik dalam kondisi aerobik
(terdapat oksigen) atau anaerobik (tanpa oksigen). Bahan organik akan diubah
hingga menyerupai tanah. Kondisi yang dikendalikan tersebut mencakup rasio
karbon dan nitrogen (C/N), kelembapan, pH, dan kebutuhan oksigen.
Prinsip
pengomposan adalah menurunkan nilai rasio C/N bahan organik menjadi sama dengan
rasio C/N tanah. Rasio C/N adalah hasil perbandingan antara karbohidrat dan nitrogen
yang terkandung dalam suatu bahan. Nilai rasio C/N tanah adalah 10 – 12. bahan
organik yang memiliki rasio C/N sama dengan tanah memungkinkan bahan tersebut
dapat diserap oleh tanaman.
·
Pengomposan Secara Aerobik
Dekomposisi secara aerobik
adalah modifikasi yang terjadi secara biologis pada sturktur kimia atau biologi
bahan organik dengan kehadiran oksigen. Dalam proses ini banyak koloni bakteri
yang berperan dan ditandai dengan adanya perubahan temperatur. Pada temperatur
35 0C bakteri yang berperan adalah Phsycrophile. Antara temperatur
35 – 55 0C yang berperan adalah bakteri mesofilik. Pada temperatur
tinggi (di atas 85 0C) yang banyak berperan adalah bakteri
termofilik.
Hasil dekomposisi bahan
organik secara aerobik adalah CO2, H2O, humus dan energi. Hasil dari proses pengomposan secara aerobik
berupa bahan kering, dengan kelembapan 30 – 40%, berwarna cokelat gelap, dan
remah. Proses pengomposan juga menghasilkan bahan beracun, tetapi jumlahnya
sedikit dan jarang menimbulkan akibat buruk pada penggunaan kompos di lahan.
·
Pengomposan Secara Anaerobik
Dekomposisi secara anaerobik
merupakan modifikasi biologis pada sturktur kimia dan biologi bahan organik
tanpa kehadiran oksigen. Proses ini merupakan proses dingin dan tidak terjadi
fluktuasi temperatur seperti terjadi pada proses pengomposan secara aerobik.
Namun, pada proses anaerobik perlu tambahan panas dari luar sebesar 30 0C.
Proses pengomposan secara
anaerobik akan menghasilkan metana, CO2, dan senyawa lain seperti
asam organik yang memiliki berat molekul rendah (asam asetat, asam propionat,
asam butirat dan asam laktat). Proses anaerobik umumnya menimbulkan bau yang
tajam sehingga proses pengomposan lebih banyak dilakukan secara aerobik.
Sisa hasil pengomposan
anaerobik berupa lumpur yang mengandung air 60% dengan warna gelap cokelat
sampai hitam. Hasil proses ini biasanya terkontaminasi oleh tanaman phytotoxin
yang hadir sebagai asam, metana dan hidrogen sulfida yang bersifat racun.
Sebelum digunakan sebagai penyubur tanah, hasil olahan anaerobik harus berada
dalam kondisi kering. Proses ini diakhiri dengan perlakuan aerobik untuk
mengurangi kandungan bahan – bahan beracun tersebut.
·
Proses Kimiawi
Timbunan kompos berhubungan
erat dengan faktor kimia yang cukup kompleks. Banyak perubahan terjadi selama
proses pengomposan. Bahkan sebelum mikroorganisme bekerja, enzim dalam sel
tanaman telah mulai merombak protein menjadi asam amino. Selanjutnya
mikroorganisme menangkap semua bahan yang terlarut seperti gula, asam amino,
dan nitrogen anorganik. Setelah itu, mulai merombak pati, lemak, protein dan
selulosa di dalam gula, serta menyatukan unsur kecil menjadi sturktur baru.
Dalam proses selanjutnya, amonia akan diproduksi dari protein. Mikroorganisme
akan menangkap amonia yang terlepas. Nitrogen tanaman dikonversikan menjadi
nitrogen mikroba dan sebagian diubah menjadi nitrat. Nitrat merupakan senyawa
yang dapat diserap oleh tanaman.
Bahan lignin atau bahan
penyusun kulit tumbuhan yang tidak terdekomposisi oleh mikroorganisme akan
menjadi rusak dalam proses pengomposan. Mikroorganisme di dalam timbunan kompos akan mengubah lignin
dan komponen tanaman lain menjadi molekul besar yang stabil menjadi humus. Keadaan
ini menandakan molekul besar dapat bersatu dengan partikel tanah dan
memperbaiki strukturnya. Humus akan mengalami perombakan secara perlahan oleh
organisme tanah, kemudian menjadi unsur hara yang bisa diserap oleh tanaman.
·
Proses Mikrobiologi
Selama proses pengomposan
secara aerob, populasi mokroorganisme terus berubah. Pada fase mesofilik, jamur
dan bakteri pembuat asam mengubah bahan makanan yang tersedia menjadi asam
amino, gula dan pati. Aktivitas mikroorganisme ini menghasilkan panas dan
mengawali fase termofilik di dalam tumpukan bahan kompos.
Bakteri termofilik mulai
berperan merombak protein dan karbohidrat non selulosa seperti pati dan
hemiselulosa. Pada fase termofilik, Thermophilic actinomycetes mulai tumbuh dan
jumlahnya terus bertambah karena bakteri ini tahan terhadap panas. Sebagian bakteri
ini mampu merombak selulosa. Jamur termofilik mampu hidup pada temperatur 40 –
60 0C, tetapi mati pafda temperatur di atas 60 0C. Jamur
ini akan merombak hemiselulosa dan selulosa.
COMMENTS