Biodesel pada umumnya diproduksi dari refined vegetable oil
(minyak murni) melalui proses transesterifikasi. Pada dasarnya, proses ini
bertujuan untuk mengubah trigliserida menjadi asam lemak metil ester (FAME).
Kandungan asam lemak bebas (FFA) bahan baku merupakan salah
satu faktor penentu jenis proses pembuatan biodesel. Umumnya, minyak murni
memiliki kadar FFA rendah (sekitar 2%) sehingga dapat langsung diproses dengan
metode transesterifikasi. Jika kadar FFA minyak tersebut tinggi, harus
dilakukan proses praesterifikasi terlebih dahulu.
Metode transesterifikasi merupakan metode yang umum digunakan
untuk memproduksi biodesel. Metode ini bisa menghasilkan biodesel sampai
rendemen 95% dari bahan baku minyak tumbuhan. Metode transesterifikasi pada
dasarnya terdiri dari 4 tahap. Tahap pertama, pencampuran katalis alkali
(umumnya NaOH atau KOH) dengan alkohol (metanol atau etanol) pada konsentrasi
katalis antara 0,5 – 1 wt% dan 10 – 20 wt% metanol terhadap massa minyak. Lalu
tahap kedua merupakan pencampuran alkohol dan katalis dengan minyak pada
temperatur 55 0C dengan kecepatan pengadukan konstan. Reaksi
dilakukan sekitar 30 – 45 menit. Setelah
reaksi berhenti, tahap ketiga campuran tersebut didiamkan sampai terjadi
pemisahan antara metil ester dan gliserol. Metil ester yang dihasilkan pada
tahap ini sering disebut sebagai crude
biodesel, karena metil ester yang dihasilkan mengandung zat – zat pengotor,
seperti sisa metanol, sisa katalis alkali, gliserol, dan sabun. Metil ester yang
dihasilkan pada tahap ketiga dicuci menggunakan air hangat untuk memisahkan zat
– zat pengotor dan kemudian dilanjutkan dengan drying untuk menguapkan air yang
terkandung dalam biodesel.
Jika bahan baku yang digunakan adalah minyak mentah yang
memiliki kadar FFA tinggi (>5%), seperti minyak jelantah, PFAD, CPO lowgrade, dan minyak jarak, proses transesterifikasi yang dilakukan untuk
mengkonversi minyak menjadi biodesel tidak akan berjalan efisien. Bahan – bahan
itu perlu melalui proses pra-esterifikasi untuk menurunkan kadar FFA sampai di
bawah 5%.
Umumnya, proses esterifikasi menggunakan katalis asam. Asam –
asam pekat seperti asam sulfat dan asam klorida adalah jenis asam yang sekarang
ini banyak digunakan sebagai katalis. Pada tahap ini akan diperoleh minyak
dengan campuran metil ester kasar dan metanol sisa yang kemudian dipisahkan.
Proses esterifikasi dilanjutkan dengan proses esterifikasi alkali
(transesterifikasi) terhadap produk tahap pertama dengan menggunakan katalis
alkali. Pada proses ini digunakan NaOH 1 wt% dan alkohol 10 wt%. Kedua proses
dilakukan pada temperatur 55 0C. Pada proses transesterifikasi akan
dihasilkan metil ester di bagian atas dan gliserol di bagian bawah. Setelah
dipisahkan dari gliserol, metil ester tersebut selanjutnya dimurnikan, yaitu
dicuci menggunakan air hangat dan dikeringkan untuk menguapkan kandungan air
yang ada di dalam metil ester. Metil ester yang telah dimurnikan ini
selanjutnya bisa digunakan sebagai bahan bakar diesel.
Teknik pemurnian water
washing (pencucian dengan air) merupakan teknik pemurnian yang paling umum
dan banyak digunakan. Proses pencucian dilakukan hingga tiga kali untuk
menghilangkan sisa gliserol, metanol yang tidak bereaksi, katalis, dan sabun
yang terbentuk selama proses pembentukan metil ester. Metode water washing memiliki kelemahan yaitu
membutuhkan waktu proses yang lama (dapat mencapai 2,5 jam), membutuhkan air
dalam jumlah besar, dan menghasilkan limbah berupa emulsi sabun, gliserol,
metanol yang tidak bereaksi, dan katalis dalam jumlah yang besar yang tidak
dapat dibuang begitu saja ke lingkungan. Jumlah limbah cair yang diproduksi
sekitar 30% dari jumlah biodesel yang dihasilkan. Selain itu, metode ini harus
dilanjutkan dengan proses drying
untuk menguapkan air sisa pencucian yang terkandung di dalam biodesel, sehingga
diperlukan inovasi teknologi baru yang dapat mengatasi permasalahan tersebut.
Proses purifikasi dengan metode dry washing menggunakan cleaning agent merupakan salah satu solusi
teknologi yang ditawarkan. Metode dry
washing menggunakan cleaning agent
dapat mengabsorbsi bahan – bahan pengotor yang terkandung di dalam crude biodesel. Pengembangan metode dry washing memiliki kelebihan
dibandingkan dengan metode water washing
diantaranya, mengurangi jumlah penggunaan air sampai 100%, memperpendek proses
pemurnian biodesel hingga hanya sekitar 30 menit, mengurangi terbentuknya
limbah cair dalam jumlah besar, dan biaya operasional yang lebih kecil.
COMMENTS