Keberadaannya hanya sebagai figur tambahan dalam
pewayangan yang tidak ada kaitannya dengan jalan cerita Mahabarata. Walaupun
begitu, kehadirannya mempunyai daya pesona sendiri sebagai pengundang tawa di
kala duka atau artis penghibur di kala sendu.
Ditinjau
dari sejarah perjalanan hidupnya di alam pewayangan, Semar dan anak- anaknya
hidup dan mengabdi sejak generasi
Sakutrem, Sakri, Manumayasa, Palasara sampai Abiasa dan Arjuna tanpa
mengalami pergantian generasi sebagai pengabdi. Ki Semar dan anak – anaknya
dipanggil dengan sebutan “Panakawan”.
Pana artinya mengetahui, tetapi bukan sekadar tahu sepintas lalu, melainkan
mengetahui sampai pada tingkat yang sedalam – dalamnya. Sedangkan kawan artinya
teman, namun ini bukan sekedar teman biasa melainkan teman yang memiliki
pengalaman dan pengetahuan yang luas dan lengkap sampai pada tingkat
“pengetahuan itu sendiri yang dijadikan sebagai teman hidupnya”.
Kesimpulan
pertama, Panakawan adalah teman yang baik yang memiliki pengetahuan dan
pengalaman yang luas dan lengkap serta mendalam. Kesimpulan kedua bukan semata
– mata ditujukan kepada individual, tetapi kepada ilmu pengetahuannya dan
pengetahuan itu dapat diartikan sebagai pandangan hidup atau falsafah hidup.
Sehingga
Panakawan seolah – olah pewaris dan pemelihara yang konsekuen terhadap nilai –
nilai sejarah dan peradaban manusia untuk masa lampau, masa yang sedang
dijalani dan masa yang akan datang.
Namun
ada yang pihak yang menafsirkan bahwa Ki Semar adalah tokoh misterius antara
ada (berwujud konkret) dan tidak ada (abstrak). Pengertian abstrak Ki Semar
dilukiskan dalam wujud yang tidak “berbangun” tidak mirip laki – laki atau
perempuan, serba tidak jelas atau samar – samar sehingga menimbulkan teka –
teki bersifat rahasia atau gaib.
Perwujudan
Ki Semar dengan perut besar, berwajah putih, badannya hitam dan berkuncung di
atas kepala. Wajah putih lambang kesucian bahwa manusia harus berusaha
membersihkan diri (hati), menghindari dari perbuatan buruk. Badan hitam
pertanda teguh iman tidak tergoyahkan olh ajakan syetan. Berkuncung lurus
menunjuk ke atas harus mawas eling kepada Tuhan Yang Maha Kuasa. Dengan
demikian Semar dapat membedakan mana yang benar dan mana yang salah, mana yang
baik dan mana yang buruk dan apa pun yang terjadi diterima dengan sabar dan
ikhlas, pertanda telah mengenal “jati diri”, karena itu Semar mampu
mengendalikan diri.
Semar
identik dengan nama Kyai Lurah Nayataka. Naya artinya sinar atau cahaya, sedang
Taka mempunyai arti pati atau mati. Jadi Nayataka mempunyai arti “sinarnya
pati” atau Dzat Luhur yang sudah luput dari pengaruh badan jasmani, terbebas
dari segala keinginan duniawi. Jika ditinjau dari nama Nayataka artinya seorang
yang luhur derajat dan martabatnya.
Semar
juga bergelar Hyang Maya. Kata Maya artinya tidak berwujud tetap atau selalu
berganti – ganti sifat, tidak tentu jenis kelaminnya laki – laki atau
perempuan. Maka dapat disimpulkan bahwa Semar bukanlah manusia wajar melainkan
nama yang memperlambangkan unsur yang selalu mengikuti dan melindungi seseorang
atau perlambang kawan.
COMMENTS