Kondisi mempertahankan
keseimbangan siklus nitrogen sekaligus mempertahankan kualitas air, dibutuhkan
suatu sistem filtrasi biologi. Filterisasi secara biologis adalah rekayasa
keadaan hidup berbagai mikroorganisme yang diperlukan.
Sistem filtrasi biologi banyak caranya yang telah dikenal
secara umum. Pada tahun 60-an dikenal dengan sistem undergravel filter. Namun, metode ini banyak merepotkan karena
perlu sering dibersihkan dari sisa – sisa metabolisme yang menumpuk di dasar
akuarium. Perkembangannya, muncul metode sistem filtrasi lainnya seperti wet – dry trickle filter method, Berlin method, algae scrubber method, Jaubert method, live sand bed method, sampai mud
/ eco method. Semua metode tersebut
memiliki kekurangan dan kelebihan masing – masing. Metode umum yang digunakan menurut informasi adalah
metode wet – dry trickle filter dengan
sejumlah kombinasi.
Wet – dry trickle
filter umumnya disembunyikan di dalam kabinet di bawah akuarium. Ada
pula akuarium yang filternya ditempatkan di samping atau di belakang
akuarium sehingga tidak perlu lagi ruangan kabinet dibawahnya. Air yang
mengalir dari akuarium dengan mengandalkan gaya gravitasi akan melewati
saringan pertama filter mekanis atau pre filter berupa lapisan busa.
Selanjutnya, air mengalir ke bawah melewati tumpukan bioball sebagai tempat hidup bakteri aerob. Sebagian bioball tidak terendam air sebagai
lapisan kedua. Tujuannya air yang melewati selalu kaya oksigen. Sebagian bioball atau lapisan ketiga terendam
sepenuhnya dalam air. Bioball dapat
diganti dengan serpihan karang mati meskipun tidak seefektif bioball. Hal ini disebabkan bioball dirancang memilikki permukaan
yang banyak sebagai tempat hidup bakteri aerob.
Setelah melewati bioball, air sudah tidak mengandung amoniak yang terurai menjadi
nitrat. Air kemudian dipompa ke atas menggunakan powerhead sehingga masuk kembali ke akuarium. Idealnya, aliran air
yang tersaring melalui Wet – dry trickle
filter minimal dua kali volume akuarium.
COMMENTS