Pariaman adalah salah satu kota yang berada di Kabupaten Padang Pariaman,
Sumatera Barat, tepatnya di pesisir pantai (Laut Hindia) sebelah utara kota
Padang. Pariaman, yang berarti “daerah yang aman”. Di daerah ini ada suatu pesta adat yang
disebut dengan tabuik. Kata tabuik yang berasal dari bahasa Arab dapat
mempunyai beberapa pengertian. Pertama, tabuik diartikan sebagai ‘keranda’ atau
‘peti mati’. Sedangkan, pengertian yang lain mengatakan bahwa tabuik artinya
adalah peti pusaka peninggalan Nabi Musa yang digunakan untuk menyimpan naskah
perjanjian Bani Israel dengan Allah. Bila makna dari kata, berasal dari kata
‘tabut’, dari bahasa Arab yang berarti mengarak.
Perayaan tabuik yang diselenggarakan setiap 1--10 Muharam adalah suatu
upacara untuk memperingati meninggalnya Husein (Cucu Nabi Muhamad SAW) pada 61
Hijriah yang bertepatan dengan 680 Masehi. Cucu Nabi Besar Muhammad ini
dipenggal kepalanya oleh tentara Muawiyah dalam perang Karbala di Padang
Karbala, Irak. Kematian tersebut diratapi oleh kaum Syiah di Timur Tengah
dengan cara menyakiti tubuh mereka sendiri. Akhirnya tradisi mengenang kematian
cucu Rasulullah tersebut menyebar ke sejumlah negara dengan cara yang
berbeda-beda. Di Indonesia, selain di Pariaman, ritual mengenang peristiwa
tersebut juga diadakan di Bengkulu.
Konon, Tabuik dibawa oleh
penganut Syiah dari timur tengah ke Pariaman, sebagai peringatan perang
Karbala. Upacara ini juga sebagai simbol dan bentuk ekspresi rasa duka yang
mendalam dan rasa hormat umat Islam di Pariaman terhadap cucu Nabi Muhammad SAW
itu.
Sebelum upacara adat tabuik
dilaksanakan, dilakukan pembuatan tabuik di dua tempat, yaitu di pasar (tabuik
pasar) dan subarang (tabuik subarang). Kedua tempat tersebut dipisahkan oleh
aliran sungai yang membelah Kota Pariaman.
Tabuik yang dibuat oleh kedua tempat ini terdiri dari dua bagian (atas dan
bawah) yang tingginya dapat mencapai 12 meter. Bagian atas yang mewakili
keranda berbentuk menara yang dihiasi dengan bunga dan kain beludru
berwarna-warni. Sedangkan, bagian bawah berbentuk tubuh kuda, bersayap, berekor
dan berkepala manusia. Bagian bawah ini mewakili bentuk burung Buraq yang
dipercaya membawa Imam Hosein ke langit menghadap Yang Kuasa. Kedua bagian ini
nantinya akan disatukan dengan cara bagian atas diusung secara beramai-ramai
untuk disatukan dengan bagian bawah.. Setelah itu, berturut-turut dipasang
sayap, ekor, bunga-bunga salapan dan terakhir kepala. Untuk menambah semangat
para pengusung tabuik biasanya diiringi dengan musik gendang tasa.
Gendang tasa adalah sebutan bagi kelompok pemain gendang yang berjumlah
tujuh orang. Mereka bertugas mengiringi acara penyatuan tabuik (tabuik naik
pangkat). Gendang ini ada dua jenis. Jenis pertama disebut tasa didiang. Jenis
ini dibuat dari tanah liat yang diolah sedemikian rupa, kemudian dikeringkan.
Tasa didiang ini harus dipanaskan sebelum dimainkan. Jenis gendang kedua adalah
yang terbuat dari plastik atau fiber dan dapat langsung dimainkan.
Sebagai catatan, 10 hari
menjelang pelaksanaan upacara Tabuik, warga Pariaman sudah sibuk melakukan
berbagai persiapan. Mereka membuat serta aneka penganan, kue-kue khas
dan Tabuik. Dalam masa ini, ada pula warga yang menjalankan ritual khusus,
yakni puasa. Selain sebagai nama upacara, Tabuik juga disematkan
untuk nama benda yang menjadi komponen penting dalam ritual
ini. Tabuik berjumlah dua buah dan terbuat dari bambu serta kayu.
Bentuknya berupa binatang berbadan kuda, berkepala manusia, yang tegap dan
bersayap. Oleh umat Islam, binatang ini disebut Buraq dan dianggap
sebagai binatang gaib. Di punggung Tabuik, dibuat sebuah tonggak setinggi
sekitar 15 m. Tabuik kemudian dihiasi dengan warna merah dan warna
lainnya dan akan di arak nantinya.
Selain itu, ada
pertunjukan-pertunjukan lain, seperti: pawai tasawuf, pengajian yang melibatkan
ibu-ibu dan murid-murid Tempat Pengajian Al Quran (TPA) dan Madrasah se-Kota
Pariaman, grup drum band, tari-tarian, musik gambus, dan bahkan atraksi debus
khas Pariaman.
Ketika Upacara utama digelar di hari Asura yang jatuh pada tanggal 10
Muharram, dalam kalender Islam. Setelah penyatuan tabuik selesai (menjelang
Zuhur), kedua tabuik yang merupakan personifikasi dari dua pasukan yang akan
berperang dipajang berhadap-hadapan. Sebagai catatan, dalam acara pesta adat
tabuik yang lamanya sekitar 10 hari (1--10 Muharam), ada beberapa tahap yang
harus dilalui, yaitu: (1) pembuatan tabuik; (2) tabuik naik pangkat (menyatukan
tiap-tiap bagian tabuik); (3) maambiak tanah (mengambil tanah yang dilakukan
pada saat adzan Magrib). Pengambilan tanah tersebut mengandung makna simbolik
bahwa manusia berasal dari tanah. Setelah diambil, tanah tadi diarak oleh
ratusan orang dan akhirnya disimpan dalam daraga yang berukuran 3x3 meter,
kemudian dibalut dengan kain putih. Lalu, diletakkan dalam peti bernama tabuik;
(4) maambiak batang pisang (mengambil batang pisang dan ditanamkan dekat
pusara); (5) maarak panja/jari (mengarak panja yang berisi jari-jari palsu
keliling kampung). Maarak panja merupakan pencerminan pemberitahuan kepada
pengikut Husein bahwa jari-jari tangan Husein yang mati terbunuh telah
ditemukan; (6) maarak sorban (membawa sorban berkeliling) menandakan bahwa
husein telah dipenggal; dan (7) membuang tabuik (membawa tabuik ke pantai dan
dibuang ke laut).
Setelah waktu Ashar, di tengah ratusan ribu orang, kedua tabuik itu diarak keliling Kota Pariaman. Masing-masing tabuik dibawa oleh delapan orang pria. Menjelang senja, kedua tabuik dipertemukan kembali di Pantai Gandoriah. Pertemuan kedua tabuik di Pantai Gondariah ini merupakan acara puncak dari upacara tabuik, karena tidak lama setelah itu keduanya akan diadukan (sebagaimana layaknya perang di Karbala). Menjelang matahari terbenam kedua tabuik dibuang ke laut.
Prosesi pembuangan tabuik ke laut merupakan suatu bentuk kesepakatan masyarakat untuk membuang segenap sengketa dan perselisihan antar mereka. Selain itu, pembuangan tabuik juga melambangkan terbangnya buraq yang membawa jasad Husein ke Surga
COMMENTS