1.   Degumming
•      Degumming     merupakan     suatu     proses     yang     bertujuan     untuk menghilangkan   fosfatida,   wax,   dan   pengotor   lainnya   dengan   cara penambahan   air,   larutan   garam,   atau   larutan   asam.   Degumming mengkonversi  fosfatida  menjadi  gum  terhidrasi  yang  tidak  larut  dalam minyak dan selanjutnya akan dipisahkan dengan cara filtrasi atau sentrifugasi.  
•      Pada pabrik sederhana, degumming dilakukan dengan cara memanaskan CPO hingga  temperatur  90-130oC  dimana  temperatur  ini  adalah  temperatur  yang dibutuhkan untuk berlangsungnya reaksi CPO dengan asam fosfat. Setelah itu, CPO  dipompa  ke  dalam  mixer  statis  dengan  penambahan  0,35-0,45  kg/ton CPO.  Pengadukan  yang  terus-menerus  di  dalam  mixer  bertujuan  untuk menghilangkan gum. Proses ini akan mempermudah penghilangan gum pada proses penyaringan berikutnya sehingga ukuran deodorizer tidak terlalu besar.

Komposisi minyak sawit :
Tabel+komposisi



2.   Netralisasi
•      Proses netralisasi konvensional dengan penambahan soda kaustik merupakan proses  yang  paling  luas  digunakan  dan  juga  proses  purifikasi  terbaik  yang dikenal  sejauh  ini.  Penambahan  larutan  alkali  ke  dalam  CPO  menyebabkan beberapa reaksi kimia dan fisika sebagai berikut:
1.  Alkali bereaksi dengan Free Fatty Acid (FFA) membentuk sabun.
2.  Fosfatida mengabsorb alkali dan selanjutnya akan terkoagulasi melalui proses hidrasi.
3.  Pigmen mengalami degradasi, akan terabsorbsi oleh gum.
4.  Bahan-bahan   yang   tidak   larut   akan   terperangkap   oleh   material terkoagulasi.

•       Efisiensi  pemisahan  sabun  dari  minyak  yang  sudah  dinetralisasi,  yang biasanya  dilakukan  dengan  bantuan  separator  sentrifugal,  merupakan  faktor yang  signifikan  dalam  netralisasi  kaustik.  Netralisasi  kaustik  konvensional sangat  fleksibel  dalam  memurnikan  minyak  mentah  untuk  menghasilkan produk makanan (O’Brien, R.D.1998). 
Netralisasi dengan menggunakan soda kaustik dapat dilakukan untuk minyak kelapa
sawit  yang  mengandung  8  sampai  10%  Asam  lemak  bebas.  Proses  netralisasi  ini antara  lain:  prapemanasan  minyak sawit  mentah hingga  54-71oC, netralisasi  dengan soda  kaustik  secukupnya,  pemanasan  hingga  82-88oC  untuk  mengendapkan  fasa sabun dan langsung disentrifugasi. Minyak yang telah ternetralisasi kemudian dicuci dengan  air  dan  selanjutnya  dipisahkan  sekali  lagi  melalui  proses  settling  atau sentrifugasi untuk menghilangkan sisa pengotor dan sisa sabun. Selanjutnya minyak dikeringkan dengan bantuan vacuum dryer atau langsung dilakukan proses bleaching.

3.   Bleaching
•      Minyak  kelapa  sawit  yang  sudah  dinetralisasi  mengandung  residu  sabun, logam,  produk-produk  oksidasi,  dan  pigmen  warna.  Untuk  itu  dilakukan proses  pemucatan  (bleaching)  untuk  menghilangkan  bahan-bahan  tersebut. Pemucatan minyak sawit dapat dilakukan dengan bleaching earth atau dengan perusakan  dengan  panas.  Karena  tingginya  kandungan  pigmen  di  dalam minyak  sawit,  dibutuhkan  bleaching  earth  yang  lebih  banyak  dan  waktu pemucatan  yang  lebih  lama  dibandingkan  proses  pemucatan  minyak  nabati lainnya. 
•      Menurut Arumughan et al. (1985) kondisi optimal pemucatan didapat dengan
penambahan  3%  bleaching  earth  yang  mengandung  karbon  aktif  dengan
perbandingan  9:1  dan  pemucatan  pada  temperatur  150oC  dalam  keadaan
vakum  700  mmHg.  Menurut  Iyung  Pahan  (2008),  kondisi  proses  pemucatan
optimal dapat dicapai pada temperatur 100 – 130oC selama 30 menit dengan
injeksi uap bertekanan rendah ke dalam bleacher untuk mengaduk konsentrasi
slurry.  Setelah  melewati  proses  bleaching,  minyak  sawit  disaring  untuk
menghilangkan bleaching earth yang masih terbawa di dalamnya. 
4.   Deodorisasi 
•      Minyak  sawit  yang  keluar  dari  proses  pemucatan  mengandung  aldehida,
keton, alkohol, asam lemak berberat molekul ringan, hidrokarbon, dan bahan
lain  hasil  dekomposisi  peroksida  dan  pigmen.  Walaupun  konsentrasi  bahan-
bahan  tersebut  kecil,  bahan-bahan  tersebut  dapat  terdeteksi  oleh  rasa  dan
aroma minyaknya. Bahan-bahan tersebut lebih volatil pada tekanan rendah dan
temperatur  tinggi.  Proses  deodorisasi  pada  intinya  adalah  distilasi  uap  pada
keadaan vakum. Distilasi uap pada tekanan vakum untuk menguapkan aldehid
dan senyawa aromatik lainnya menggunakan prinsip hukum Raoult. 
•      Sebelum  masuk  ke  dalam  alat  deodorisasi,  minyak  yang  sudah  dipucatkan
dipanaskan  sampai  210-250oC.  Alat  deodorisasi  beroperasi  dengan  4  cara, yaitu deaerasi minyak, pemanasan minyak, pemberian uap ke dalam minyak, dan  pendinginan  minyak.  Di  dalam  kolom,  minyak  dipanaskan  sampai  240-280oC  dalam  kondisi  vakum.  Manfaat  pemberian  uap  langsung  menjamin pembuangan sisa-sisa asam lemak bebas, aldehida, dan keton. 
5.   Fraksinasi     
•      Proses  fraksinasi  dibutuhkan  untuk  memisahkan  trigliserida  yang  memiliki
titik leleh lebih tinggi sehingga minyak sawit tidak teremulsi pada temperatur
rendah.  Proses  fraksinasi  dapat  dilakukan  dengan  3  cara,  yaitu  fraksinasi
kering, fraksinasi basah, dan fraksinasi dengan solvent. Pada fraksinasi kering,
minyak  sawit  didinginkan  perlahan  dan  disaring  untuk  memisahkan  fraksi-
fraksinya.  Pada  fraksinasi  basah,  kristal  pada  fraksi  stearin  dibasahi  dengan
menggunakan surfaktan atau larutan deterjen. Pada fraksinasi dengan solvent,
minyak sawit diencerkan dengan menggunakan solvent seperti heksan, aseton,
isopropanol, atau n-nitropropan. Proses fraksinasi kering lebih disukai karena
lebih  ramah  lingkungan.   Fraksinasi  dilakukan  untuk  mendapatkan  minyak
dengan  kestabilan  dingin  yang  baik.  Titik  leleh  merupakan  suatu  indikasi
jumlah unsaturated fatty acid dan asam lemak yang memiliki rantai pendek.
Titik leleh akan meningkat seiiring dengan bertambahnya panjang rantai dan
menurun seiiring dengan bertambahnya jumlah unsaturated bond.